Umsida.ac.id – Gencarkan program Sehati (Sertifikasi Halal Gratis), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) menargetkan ada 25.000 UMK (Usaha Mikro dan Kecil) yang bisa lakukan pengajuan program sertifkasi halal secara gratis.
Mendukung adanya program tersebut, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) bekerja sama dengan Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Muhammadiyah (Lazizmu) Jawa Timur melalui Halal Center (HC) Umsida mendampingi proses sertifikasi halal bagi UMK yang terdiri dari UKM dan UMKM. “UMKM masih belum banyak, yang paling banyak kita dampingi itu UKM,” tutur Puspita Handayani MPd I kepada tim Umsida.ac.id, Senin (25/4).
UMK yang berada di bawah binaan Lazizmu Jawa Timur selanjutnya akan didampingi oleh tim HC Umsida dalam mengurus dokumen sertifikasi halal. Upaya ini juga sebagai bentuk pengabdian masyarakat oleh tim dosen Umsida untuk memaksimalkan produk makanan dan minuman besertifikasi halal di tahun 2023.
“Yang pertama kita lakukan menyosialisasikan melalui pengabdian para dosen, terutama awal itu di Ortom Muhammadiyah dan ‘Aisyisyah tentang sertifikasi halal. Kemudian dari sosialisasi itu, banyak UKM yang ingin didampingi,” ujarnya.
Puspita juga menambahkan, HC Umsida sendiri sudah terdaftar di Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) Kemenag dan bisa diakses melalui website resmi halal.go.id. “Di situ kalau ingin didampingi HC Umsida, maka UKM bisa memilih itu,” sambungnya.
Dari segi prosedur, tim menangkap adanya kesulitan yang dihadapi oleh UKM dan UMKM dalam memenuhi persyaratan kehalalan produknya secara mandiri (self-declare). Terdapat 2 kategori yang bisa didampingi oleh tim HC Umsida, UMKM dengan skala pendapatan mencapai lebih dari 500 juta per tahun, telah memiliki surat izin usaha, dan memiliki NPWP diarahkan untuk mengikuti sertikasi halal. Sedangkan UKM dengan rata-rata pendapatan lebih sedikit dari itu akan diarahkan untuk mengikuti ikrar halal.
Penggolongan sertifikasi halal dan ikrar halal ini juga didasarkan pada sistem produksi. “Kalau yang sertifikasi halal itu tempat produksi harus pisah dengan rumah, sedangkan ikrar halal, tempat produksi masih dalam satu rumah,” jelasnya.
Ketua HC Umsida itu menjelaskan, secara prosedural, ikrar halal dan sertifikasi halal hampir memiliki kesamaan. Bedanya, ikrar halal yang dilakukan tim HC Umsida melalui BPJPH Halal Toyyib yang dimiliki Muhammadiyah dan sertifikasi halal melalui Kemenag.
“Kalau UKM yang kita arahkan ke ikrar halal itu yang pemasarannya lingkup lokal saja. Tapi kalau pemasarannya sudah sampai di luar Sidoarjo, ke Mojokerto atau bahkan ke luar pulau, maka diarahkan untuk sertifikasi halal,” jelasnya.
Sejauh ini, HC Umsida telah mendampingi 5 UMK, yang 1 telah bersertifikat, 4 masih sedang proses di BPJPH, sementara 3 lainnya masih perbaikan dokumen. “Terdapat 1 UMKM yang sudah goal sertifikasi halal, 3 UKM yang sedang proses ikrar halal, ada 3 UKM yang hendak melakukan pengajuan dari Kecamatan Sukodono,” terangnya.
Kata dosen Umsida tersebut, sertifikasi halal yang berhasil dilakukan kepada salah satu UMKM bisa mencapai target dalam kurun waktu 2 bulan, yakni sejak Desember hingga Februari. Sementara 3 UKM masih proses di BPJPH dan harus melakukan perbaikan.
“Tiga UKM itu ialah produk baby food, bumbu pecel, dan produk olahan ayam goreng yang masih proses di BPJBH karena dokumennya kembali, belum lengkap. Selain itu, di audit awal masih ada kekurangan di UKM. Misal di produk makanan bayi yang harus melakukan perbaikan di keamanan pangannya. Ditambah harus ada perbaikan dari kebersihan ruangan dan sumber produksi bahan makanannya. Jadi yang 2 perbaikan dokumen, yang 1 perbaikan infrastruktur,” tuturnya.
Dengan demikian, ia berharap setelah diadakannya Training of Trainer (ToT) Pendampingan Produk Halal (PPH), personil HC Umsida bisa bertambah dari kalangan mahasiswa dan dosen untuk terjun langsung ke lapangan membantu lebih banyak UKM. “Mungkin setelah ToT PPH itu, kami akan lebih berani gencar mendampingi UKM itu,” punkasnya. (Shinta Amalia/Etik)
*Humas Umsida